Total Tayangan Halaman

Kamis, 10 Maret 2011

"Aborsi"

PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA ABORSI DI YOGYAKARTA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SLEMAN)

A. Latar Belakang Masalah
Dimasa sekarang ini hamil di luar nikah sering terjadi. Hal ini dikarenakan anak-anak muda jaman sekarang banyak yang menganut gaya hidup seks bebas. Pada awalnya para anak muda tersebut hanya berpacaran biasa, akan tetapi setelah cukup lama berpacaran mereka melakukan hubungan seksual. Ketika hubungan mereka membuahkan janin dalam kandungan, timbul masalah karena mereka belum menikah dan kebanyakan masih harus menyelesaikan sekolah atau kuliahnya. Ditambah adanya rasa takut ketahuan dan rasa malu apabila masalah kehamilan itu ketahuan oleh orang tua dan orang lain, maka ditempuh aborsi untuk menghilangkan janin yang tidak dikehendaki tersebut. Namun tidak jarang pula ada yang melakukan pernikahan secepatnya agar janin yang dikandung tersebut mempunyai ayah. Perkawinan ini dalam istilah anak muda dikenal dengan nama MBA (Married By Accident) atau nikah setelah hamil dahulu.
Di dalam sistem hukum Indonesia, perbuatan aborsi dilarang dilakukan. Bahkan perbuatan aborsi dikategorikan sebagai tindak pidana sehingga kepada pelaku dan orang yang membantu melakukannya dikenai hukuman. Akan tetapi walaupun sebagian besar rakyat Indonesia sudah mengetahui ketentuan tersebut, masih banyak juga perempuan yang melakukan aborsi. Hal ini dapat diketahui dari data-data yang diajukan oleh para peneliti tentang jumlah aborsi yang terjadi di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan Population Council mengemukakan jumlah pengguguran kandungan (aborsi) di Indonesia pada tahun 1989 diperkirakan berkisar antara 750.000 dan 1.000.000. Ini berarti terjadi sekitar 18 aborsi per 100 kehamilan, bila diasumsikan ada sekitar 4,5 juta kelahiran hidup di Indonesia. Pada tahun 2000 Koran Kompas edisi 3 Maret 2000 mengungkapkan data bahwa pada tahun 2000 di Indonesia diperkirakan terjadi sekitar 2,3 juta aborsi. Jumlah ini meningkat tajam dibandingkan dengan data aborsi pada tahun 1989. Adanya peningkatan jumlah aborsi ini sangat memprihatinkan. Adapun penyebab aborsi yang semakin meningkat itu adalah pergaulan yang semakin bebas.
Sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah aborsi, jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) juga semakin meningkat. Hasil penelitian Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) mendapatkan hasil bahwa AKI di Indonesia mencapai 390 per 100.000 kelahiran tahun 2000. Berdasarkan hasil ini, maka AKI di Indonesia menduduki urutan teratas di Asia Tenggara. Adapun penyebab tingginya Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah kasus aborsi.
Data-data hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kasus aborsi merupakan masalah yang sangat serius dihadapi bangsa Indonesia. Walaupun aborsi dilarang, ternyata perbuatan aborsi semakin marak dilakukan. Hal ini membutuhkan penegakan hukum yang sungguh-sungguh dari aparat penegak hukum di Indonesia. Penegakan hukum ini harus diintensifkan mengingat buruknya akibat aborsi yang tidak hanya menyebabkan kematian bayi yang diaborsi, tetapi juga ibu yang melakukan aborsi.
Penegakan hukum terhadap tindak pidana aborsi harus dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di wilayah hukum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta sebagai kota pelajar yang menjadi tujuan menimba ilmu dari sejumlah pelajar dari 32 provinsi juga tidak lepas dari fenomena maraknya aborsi. Hal ini dapat diketahui dari kenyataan yang terjadi di masyarakat, yaitu banyaknya ditemukan kasus aborsi yang dilakukan para remaja yang belum menikah. Ironisnya para remaja tersebut pada umumnya merupakan pelajar dan mahasiswi yang datang ke Yogyakarta dengan tujuan sekolah. Jadi mereka telah menyalahgunakan kesempatan belajar mereka untuk melakukan tindakan-tindakan yang melanggar susila sehingga mengakibatkan kehamilan.
Selain kenyataan yang langsung dijumpai di dalam masyarakat, banyak pula berita-berita aborsi di surat kabar yang mengungkap kasus-kasus aborsi di Yogyakarta. Berita-berita tersebut memuat kasus aborsi baik yang tertangkap pelakunya maupun yang hanya mendapatkan bekas aborsinya saja, antara lain janin yang ditinggal begitu saja setelah selesai diaborsi. Ada juga janin yang sengaja ditinggal di depan rumah penduduk atau di depan Yayasan pengurus bayi terlantar seperti yang terjadi baru-baru ini. Seorang bayi ditemukan di depan Yayasan Sayap Ibu yang merupakan tempat penampungan bayi-bayi yang berasal dari ibu yang hamil di luar nikah, bayi anak jalanan, dan bayi-bayi lain yang tidak diurus orang tuanya.
Selain berita-berita dari koran, berita-berita tentang aborsi banyak juga disiarkan radio maupun televisi lokal Yogyakarta. Berita-berita ini cukup meresahkan berbagai kalangan masyarakat, khususnya para orang tua yang mempunyai anak yang sedang sekolah di Yogyakarta, karena berita-berita itu membuat para orang tua khawatir bahwa anaknya juga melakukan hal yang sama, apalagi jika remaja tersebut tidak mendapatkan pengawasan langsung dari orang tuanya. Kalaupun anak yang bersangkutan tidak melakukan hal tersebut, tetapi situasi pergaulan yang bebas di sekitarnya sedikit banyak akan mempengaruhi pola pikir anak.
Sejalan dengan keprihatinan masyarakat tentang maraknya aborsi di Yogyakarta, sekarang ini jasa aborsi juga semakin marak dipromosikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tulisan-tulisan selebaran yang ditempel di dinding-dinding toko, dinding rumah penduduk atau di tiang-tiang lampu merah (traffic light) di perempatan jalan yang ramai lalu lintasnya. Isi dari tulisan itu adalah penawaran jasa aborsi kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Tulisan tersebut memang tidak secara terang-terangan menyatakan menuliskan kata “aborsi” akan tetapi dari bunyi kalimat yang dituliskan sudah cukup menyiratkan bahwa jasa yang ditawarkan adalah jasa aborsi. Bunyi tulisan itu antara lain “Jika Anda Terlambat Datang Bulan Hubungi ….” (nomor telepon tertentu). Nomor telepon yang diberikan biasanya adalah nomor HP (Hand Phone) sehingga sulit untuk melacak keberadaan si pemilik nomor tersebut.
Banyaknya jumlah aborsi yang terjadi dan banyaknya jasa aborsi yang ditawarkan kepada masyarakat, membuat masyarakat menjadi resah dan mengharapkan adanya tindakan tegas dari para aparat penegak hukum untuk dapat menangkap dan menghukum para pelaku aborsi. Semua fenomena ini menunjukkan dibutuhkannya penegakan hukum aborsi.
Walaupun fenomena aborsi sudah sangat marak, namun sampai sejauh ini hanya sedikit kasus aborsi yang pernah disidangkan. Hal ini dikarenakan para pelaku biasanya sulit untuk dilacak sehingga mempersulit penjaringan para pelaku.
Dari survey pendahuluan yang dilakukan diketahui salah satu pengadilan yang pernah menyidangkan kasus aborsi adalah Pengadilan Negeri Sleman. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti penegakan hukum aborsi dan menuliskan hasilnya dalam skripsi berjudul PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA ABORSI DI YOGYAKARTA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SLEMAN).


RESIKO ABORSI
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”.
Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
2. Resiko gangguan psikologis

Resiko kesehatan dan keselamatan fisik
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9. Kanker hati (Liver Cancer)
10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat
pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
12. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)

Resiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
1. Kehilangan harga diri (82%)
2. Berteriak-teriak histeris (51%)
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar